KEBUDAYAAN MALUKU
KEBUDAYAAN MALUKU
Maluku adalah provinsi kepulauan terbesar di Indonesia yang berdiri di
timur NKRI. Ibu kota Maluku adalah Ambon yang bergelar atau memiliki
julukan sebagai Ambon Manise, kota Ambon berdiri di bagian selatan dari
Pulau Ambon yaitu di jazirah Leitimur. Sejarah Maluku telah dimulai
sejak zaman kerajaan-kerajaan besar di Timur Tengah seperti kerajaan
Mesir yang dipimpin Firaun. Bukti bahwa sejarah Maluku adalah yang
tertua di Indonesia adalah catatan tablet tanah liat yang ditemukan di
Persia, Mesopotamia, dan Mesir menyebutkan “adanya negeri dari timur
yang sangat kaya, merupakan tanah surga, dengan hasil alam berupa
cengkeh, emas dan mutiara. “
Berikut ini merupakan ciri rumah adat, pakaian, tarian tradisional,
senjata tradisional, suku, bahasa dan lagu daerah dari Maluku
Rumah Adat
Rumah adat Maluku dinamakan Baileo. Baileo dipakai untuk tempat
pertemuan, musyawarah dan upacara adat yang disebut Saniri Negeri. Rumah
tersebut merupakan panggung dan dikelilingi oleh serambi. Atapnya besar
dan tinggi terbuat dari daun rumbia, sedangkan dindingnya dari tangkai
rumbai yang disebut.
2. Pakaian Adat
Prianya memakai pakaian adat berupa setelann jas berwarna merah dan
hitam, baju dalam yang berenda dan ikat pinggang. Sedangkan wanitanya
memakai baju Cele, semacam kebaya pendek, dan berkain yang disuji.
Perhiasannya berupa anting anting, kalung dan cincin. Pakaian ini
berdasarkan adat Ambon.
3. Tarian tarian Daerah Maluku
Tari Lenso, merupakan tari pergaulan bagi segenap lapisan masyarakat Maluku.
Tari Cakalele, adalah tari perang yang melukiskan jiwa kepahlawanan yang gagah perkasa.
Tari Cakaola, merupakan jenis tari pergaulan yang digarap berdasarkan
unsur unsur gerak tari tradisional Orlapei dan Saureka reka.
Tari ini biasannya ditarikan untuk memeriahkan pesta pesta atau dipertunjukkan dalam rangka manjamu tamu tamu terhormat.
4. Senjata Tradisional
Senjata tradisional yang terkenal di Maluku adalah Parang Salawaku.
Panjang parang 90-100cm, sedangkan Salawaku (perisainya) dihiasi dengan
motif motif yang melambangkan keberanian. Parang tersebut terbuat dari
bahan besi yang keras dan ditempa oleh seorang pandai besi khusus.
Tangkai parang terbuat dari kayu keras, seperti kayu besi atau kayu
gupasa. Sedangkan Salawaku (perisainya) terbuat dari kayu yang keras
pula.
Suku : Suku dan marga yang terdapat didaerah Maluku adalah : Rana, Alifuru, Togitil, Furu Aru, dan lain lain.
Bahasa Daerah : Togitil, Furu Aru, dan Ahfuru.
Lagu Daerah : Kole kole, Mande mande, Rasa Sayang Sayange.
KEBUDAYAAN MALUKU
Tradisi-tradisi berikut merupakan daya tarik pariwisata Maluku yang akan
sangat disayangkan bila tak sempat menikmatinya bila sedang berlibur di
tanah Raja-raja.
Makan Patita
Makan Patita adalah tradisi yang rajin dilakukan dalam setahun. Makan
Patita diselenggarakan untuk merayakan hari-hari penting seperti 17-an,
HUT kota dll. Makan Patita adalah tradisi makan bersama sekelompok
masyarakat dengan menyajikan menu makanan khas Maluku seperti ikan asar,
kokohu, patatas rebus, singkong rebus dll. Setiap rumah akan memasak
menu khas Maluku dalam jumlah banyak kemudian, menu-menu itu akan
dibawa ke lokasi makan patita untuk dimakan bersama-sama. Makan Patita
biasanya berlokasi ditempat terbuka seperti lapangan, jalan-jalan desa
dan ada juga yang didalam gedung. Meja Patita adalah sebutan untuk
tempat meletakan makanan. Biasanya meja patita ada yang terbuat dari
daun kelapa atau daun pisang yang ditata disepanjang jalan/lokasi
sebagai alas, ada juga yang menggunakan meja kayu yang ditutupi daun
pisang sebagi meja. Tradisi ini bertujuan untuk mengenalkan menu khas
Maluku juga meningkatkan kekerabatan dan kebersamaan dalam kehidupan
masyrakat.
Pukul Sapu
Pukul Sapu adalah tradisi berikutnya. Pukul Sapu merupakan sebuah
tradisi yang dilakukan oleh masyarakat desa Mamala sebuah desa yang
berada di pulau Ambon.Tradisi ini dilakukan setiap 7 Syawal atau sepekan
setelah hari raya Idul Fitri, tradisi ini dilakukan oleh para lelaki.
Mereka bertelanjang dada dengan menggunakan celana pendek dan ikat
kepala. Sebelum mereka melakukan aktraksi pukul memukul mereka akan
dikumpulkan di rumah adat untuk mengikuti serangkaian acara adat dan
meminta doa kepada leluhur agar diberkati.
Pemain pukul sapu berjumlah 10 sampai 15 orang yang terbagi dalam 2
kelompok dengan warna celana berbeda. Mereka memegang sapu lidi yang
terbuat dari tulang daun pohon mayang (Pohon Enau) dengan panjang
sekitar 1,5 meter dengan diameter pangkal lidi 1-3 cm. Mereka akan mulai
saling memukul sampai tubuh mereka luka-luka dan bengkak, namun para
pemain pukul sapu mengatakan bahwa mereka tidak pernah merasa sakit pada
tubuh mereka, mereka hanya mereasa nyaman dan geli ketika setiap lidi
dari sapu itu dipukulkan ke badan mereka.
Bambu Gila
Berikut ini adalah tradisi yang punya kaitan dengan hal mistis. Bambu
Gila adalah tradisi Maluku yang erat dengan hal mistis. Di pulau Ambon,
pertunjukan Bambu Gila bisa ditemukan di desa Liang dan desa Mamala.
Tradisi ini dimulai dengan menebang batang bambu, batang bambu yang
digunakan tidak sembarang dipili,sang pawang haruslah melakukan
serangkaian adat untuk meminta izin penebangan batang bambu dihutan
bambu. Bambu yang dipakai untuk tradisi ini adalah bambu dengan ruas
ganjil, panjang bambu bisa mencapai 2,5 meter dengan diameter 8-10 cm.
Setelah mendapatkan bambu, berikut yang harus disediakan adalah
kemenyaan, mantra dan para lelaki yang berjumlah ganjil sebagai penahan
bambu.
Hal yang terpenting dalam tradisi ini adalah semua keperluan harus
berjumlah ganjil. Para lelaki penahan bambu biasanya bertubuh tegap
atletis dengan tenaga yang kuat, hal ini dikarenakan mereka harus mampu
menahan bambu yang akan meronta dengan sangat ganas, mereka pun hanya
memakai celana pendek merah atau hitam dengan ikat kepala tanpa
mengenakan sehelai baju untuk menutup dada namun, dengan beberapa alasan
terkadang para pemain bambu gila diharuskan mengenakan baju menutup
dada. Setelah semua persiapan baik adat maupun tidak siap disediakan,
maka atraksi akan dimulai. Sang pawang akan mengarahkan roh yang ada
didalam bambu sambil memegang wadah berisi kemenyaan sambil membacakan
mantra. Roh itu akan merontah dan membuat para penahan bambu terlempar
kesana-kemari, namun para penahan harus mampu menahan bambu sampai roh
itu bisa ditenangkan oleh sang pawang.
Malam Badendang
Badendang dalam bahasa Ambon berarti berdansa/bergoyang. Tradisi Malam
Badendang merupakan sarana untuk berkumpul keluarga dan membangun
kebersamaan dalam hidup bermasyarakat. Dalam acara ini para peserta
acara akan menarikan tari-tarian daerah seperti katerji dan orlapei.
Acara yang berlangsung semalam suntuk ini juga dimeriahkan dengan karoke
dan makanan khas Maluku.
Selain dilaksanakan untuk acara kumpul keluarga, malam badendang juga
diselenggarakan untuk memeriahkan acara seperti pernikahan,sidi,wisuda,
dll. Acara ini digelar setelah jam 12 malam saat para tamu undangan
telah pulang dan yang tinggal hanya keluarga dan kerabat. Lagu-lagu yang
dimainkan adalah lagu-lagu yang energik dan yang slow. Tarian dalam
acara seperti ini adalah tarian bebas layaknya sedang dugem di club
malam.
Tradisi Timba Laor
Laor adalah sebutan untuk hewan laut mirip cacing yang hidup dikarang.
Biasanya masyarakat akan pergi ke pantai pada malam hari untuk mengambil
hewan ini. Hewan ini dimakan dengan mentah atau digoreng. Laor mentah
hanya dicampur dengan cuka dan garam ditambah irisan bawang merah
sedangkan laor yang digoreng tentunya digoreng seperti biasa. Namun
tradisi ini tidak setiap tahunnya ada karena laor tidak muncul setiap
tahunnya.
Tradisi Cuci Negeri
Negeri adalah sebutan untuk desa-desa di Maluku. Orang Maluku lebih
kenal negeri daripada desa. Negeri-negeri ini dipimpin oleh seorang
kepala desa yang disebut Bapa Raja. Tradisi cuci negeri sendiri adalah
tradisi rutin yang dilakukan masyarakat pedesaan untuk membersihkan
lokasi-lokasi yang diyakini menjadi tempat mistis pada leluhur atau
nenek moyang. Cuci negeri dilaksanakan setiap akhir tahun sekitar
tanggal 27-29 Desember tiap tahunnya. Masyarakat satu desa akan
berkumpul didepan Baileo sebelum melaksanakan kegiatan dengan membawa
peralatan adat yang diperlukan, setelah itu masyarakat akan
berbondong-bondong bergerak menuju tempat-tempat seperti sumur dan
tempat bertapah nenek moyang dan membersihkan lokasi itu. Setelah itu
pada sore harinya, masyarakat akan kembali ke depan Baileo untuk makan
bersama da menyaksikan penampilan seni dan budaya Maluku.
UPACARA ADAT MALUKU
Acara Adat Antar Sontong
Antar Sotong yaitu para nelayan berkumpul menggunakan perahu dan lentera
untuk mengundang cumi-cumi dari dasar laut mengikuti cahaya lentera
mereka menuju tepi pantai dimana masyarakat sudah menunggu untuk
menciduk mereka dari laut
Pukul Manyapu
Pukul Manyapu adalah acara adat/tahunan yang di lakukaan di Desa
Mamala-Morela, yang biasanya dilakukan pada hari ke-7 Setelah hari Raya
Idul Fitri
Acara Obor Pattimura
Setiap tanggal 15 Mei, di Maluku pemerintah bersama rakyat setem
pat melakukan prosesi adat dan kebangsaan dalam memperingati hari
Pattimura. Yang paling terkenal adalah lari obor dari Pulau Saparua
menyebrangi lautan menuju Pulau Ambon, untuk selanjutnya diarak-arak
sepanjang 25 kilometer menuju kota Ambon. Prosesi ini diawali dengan
pembakaran api obor secara alam di puncak Gunung Saniri di Pulau
Saparua. Gunung Saniri adalah salah satu ritus sejarah perjuangan
Pattimura karena di tempat itulah, awal dari perang rakyat Maluku
melawan Belanda tahun 1817.
Dalam sejarahnya, di Gunung Saniri berkumpul para Latupati atau
Raja-Raja dan tokoh masyarakat Pulau Saparua. Mereka melakukan Rapat
Saniri (musyawarah raja-raja) untuk menyusun strategi penyerangan ke
Benteng Durstede di Saparua yang dikuasai Belanda.Thomas Matulessy dari
desa Haria lantas diangkat sebagai Kapitan atau panglima perang dengan
gelar Pattimura.
Penyerangan rakyat ke benteng Durstede melalui Pantai Waisisil tidak
menyisahkan satupun serdadu Belanda termasuk Residen Belanda Van de Berk
dan keluarganya. Semuanya tewas terbunuh dan yang hidup hanyalah putra
Van de Berk yang berusia lima tahun. Dia diselamatkan oleh Pattimura.
Belakangan, putra Van de Berk ini diserahkan kembali kepada pemerintahan
Belanda di Ambon.
Dari penyerangan inilah api perjuangan terus dikobarkan. Kemenangan
Pattimura yang berhasil menjatuhkan Benteng Durstede menjadi inspirasi
kepada rakyat lainnya untuk angkat senjata melawan Belanda. Peperangan
pun terjadi hampir di seluruh daerah di Maluku. Dalam perjalanannya,
Pattimura dan rekan-rekannya berhasil ditangkap oleh Belanda lewat
siasat liciknya. Mereka diputuskan oleh Pengadilan di Ambon dengan
hukuman mati.
4. Upacara Adat Buka Sasi Lompa di Haruku
Buka Sasi Lompa terkenal di Desa Haruku, Kepulauan Lease, Maluku Tengah.
Acara tahunan yang pernah dianugerahi Hadiah Lingkungan Hidup Nasional
Kalpataru tahun 1986 ini, baru dapat terlaksana kembali untuk pertama
kalinya setelah kerusuhan dan konflik 1999.Tanggal 15 November 2003 yang
lalu, Kewang (Pelaksana Dewan Adat) Desa Haruku menyelenggarakan
upacara adat sejak malam hari sebelumnya. Tepat pukul 10:00 pagi, pesta
rakyat tersebut dimulai. Ratusan penduduk Haruku dan sekitarnya
menghadiri acara dan sekaligus memanen ikan lompa (sejenis sardin,
Thissina baelama) di muara sungai Learissa Kayeli.
5. Upacara Adat Abdau
Menyambut hari raya Idul Adha 1425 H, masyarakat Negeri Tulehu, Maluku
Tengah, kembali mengadakan tradisi Abdau. Dalam upacara adat tersebut,
masyarakat mengantarkan hewan kurban untuk dibagikan kepada masyarakat
yang membutuhkan. Kegiatan tahunan tersebut juga diharapkan mampu
menjadi perekat hubungan antarwarga Maluku yang pernah terlibat
konflik.Upacara Abdau di Negeri Tulehu, Kecamatan Salahutu, Maluku
Tengah, yang diselenggarakan bertepatan dengan hari raya Idul Adha,
Jumat (21/1), merupakan tradisi pengantaran hewan kurban sebagai kaul
negeri untuk dibagikan kepada masyarakat yang berhak.
Hewan kurban diantar dari rumah Imam Masjid Tulehu ke rumah Raja Negeri
Tulehu dan selanjutnya diarak keliling negeri.Saat pengantaran hewan
kurban tersebut, ratusan pemuda melaksanakan tradisi Abdau, yaitu
berebut bendera yang menjadi simbol agama yang disimpan di masjid
negeri. Perebutan bendera tersebut merupakan perlambang pengabdian
generasi muda kepada Tuhan untuk siap melaksanakan perintah-Nya.Untuk
memperebutkan bendera tersebut, para pemuda harus beradu sekuat tenaga
dengan ratusan pemuda lain. Banyak pemuda sampai terinjak- injak atau
tertimpa oleh rekan mereka yang lain yang sengaja menjatuhkan diri dari
atap rumah ke atas kerumunan pemuda yang berebut bendera tersebut.
Komentar
Posting Komentar